Trending

Nanti Lanjut Lagi

Sini duduk, kita istirahat dulu.

    Pernah merasa gak sih kalau belakangan hidup ini berasa seperti film yang diputar terus menerus? Tanpa jeda, seolah fitur pause-nya ter disable. Ngga hanya itu, waktu mau memejamkan mata pun, otak masih berisik dengan angan-angan `ini belum selesai, yang itu masih belum disentuh sama sekali`. Seringkali tidur pun sulit diraih. Malam ditemani suara tikus mondar-mandir, sementara kita masih terpaku menatap layar, mengerjakan sesuatu yang terasa tak berkesudahan.

    Sebenarnya, situasi ini bukan hal aneh. Tidak sedikit dari kita sedang ada di fase hidup di mana semua serba menekan. Mulai dari tugas kampus numpuk, kegiatan pesantren padat, proker organisasi belum jalan, prestasi akademik masih gitu-gitu aja, hingga beban moral untuk memenuhi ekspektasi orangtua tercinta. Kita merasa harus jadi produktif, harus selalu semangat, harus mencapai sesuatu. Padahal tubuh dan pikiran kita butuh istirahat. Tapi gimana mau istirahat kalau merasa bersalah setiap kali mencoba santai?

    Di tengah kelelahan, terkadang muncul pertanyaan: "Mengapa hidup ini terasa tanpa henti?" Kita merasa semua ini berlebihan, namun tetap tidak bisa berhenti. Di sinilah pentingnya untuk mundur selangkah. Cobalah meninjau kembali apa yang sedang terjadi. Mungkin ini bukan hanya tentang ritme hidup kita yang cepat, tetapi juga tentang bagaimana kita memaknai kesibukan itu sendiri.

Merenungi Petunjuk

    Fase-fase seperti ini sebenarnya sudah Allah kasih solusi. Dalam Q.S. Al-Insyirah ayat 7, Allah berfirman :

فَاِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْۙ ۝٧ 

"Maka apabila kamu telah selesai (dari satu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain)."

Merujuk pada tafsir Tahlili yang diambil dari qur’an.nu.or.id, ayat tersebut menjelaskan: 
"Sesudah menyatakan nikmat-nikmat-Nya kepada Nabi Muhammad dan janji-Nya akan menyelamatkan beliau dari bahaya-bahaya yang menimpa, Allah memerintahkan kepadanya agar menyukuri nikmat-nikmat tersebut dengan tekun beramal saleh sambil bertawakal kepada-Nya. Bila telah selesai mengerjakan suatu amal perbuatan, maka hendaklah beliau mengerjakan amal perbuatan lainnya. Sebab, dalam keadaan terus beramal, beliau akan menemui ketenangan jiwa dan kelapangan hati. Ayat ini menganjurkan agar Nabi saw tetap rajin dan terus-menerus tekun beramal."  

    Sering kali kita hanya fokus pada kalimat `terus beramal` tapi lupa bahwa kalimat itu didahului oleh `bila telah selesai`. Artinya, ada fase `selesai`. Ada `jeda`. Kita diperintahkan untuk terus berusaha, tapi tetap dalam siklus yang sehat. Selesai satu, baru lanjut lagi. Bukan tumpang tindih, bukan memaksakan semua hal sekaligus.

Kita Capek, Orangtua Kita Lebih Capek

    Perlu kita sadari juga, bahwa yang bisa capek itu bukan hanya kita. Ambil contoh orang tua kita. Perhatikan raut wajah mereka yang semakin menua, tangan yang mulai bergetar, namun mereka tetap bekerja tanpa banyak mengeluh. Bahkan, seumur-umur, belum pernah saya temui kata `capek` yang keluar dari mereka. Kita mungkin merasa lelah karena tumpukan tugas, deadline, atau tekanan pikiran. Namun, orang tua kita merasakan kelelahan yang jauh lebih mendalam, yang muncul dari tanggung jawab mengurus kita sejak kecil. Mereka bangun pagi untuk memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhan rumah, sebuah peran yang tidak pernah mengenal tanggal merah. Jika hari ini kita merasa beban hidup itu berat, yakinlah bahwa mereka telah melalui fase yang jauh lebih berat sebelumnya. Namun, mereka tetap gigih melangkah.

    Maka dari itu, ketika rasa lelah menghampiri, jangan terburu-buru menyalahkan keadaan. Wajar jika merasa sedih atau penat, tetapi jangan lupa bahwa semua ini adalah bagian dari sebuah perjalanan hidup. Hidup memang seperti itu. Ada saatnya kita harus bersemangat, ada saatnya pula kita perlu berhenti sejenak. Tidak semua hal harus kita kejar hingga kelelahan. Ada masanya kita perlu menjalani dengan biasa saja, tidak perlu terlalu ambisius. Sebab, ambisi yang berlebihan justru bisa membuat kita kehilangan arah.

    Mungkin saat ini kita sedang berada dalam fase menanam. Setiap upaya keras, setiap tetesan keringat, dan setiap air mata yang tak terlihat, semuanya adalah benih. Dan benih itu butuh waktu untuk tumbuh. Kita tidak bisa menuntut hasil secara instan. Apa yang kita tanam hari ini, mungkin baru akan terlihat hasilnya tahun depan. Namun, selama kita terus merawatnya, menyirami dengan doa dan usaha, hasil itu pasti akan datang.

    Jadi, istirahat dulu, nanti lanjut lagi. Bukan menyerah, tapi re-charging biar lebih kuat lagi. Kita nggak harus selalu hebat hari ini, yang penting tetap bergerak, sekecil apa pun itu. Karena nanti, kalau sudah waktunya, kita akan sampai.

Ditulis oleh:  HN Sidik

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak