Trending

Menata Ulang Makna Produktivitas dan Life Balance, Dunia-Akhirat Harus Seimbang


        Di tengah dunia yang mengharuskan kita untuk terus berkembang dan bertumbuh, kata "produktif" menjadi kata yang sangat di elu-elukan. Kita didorong untuk selalu sibuk, mengejar target, serta mengusahakan untuk meraih berbagai pencapaian. Namun, di balik kata produktivitas ini, ada satu pertanyaan penting yang sering kita lewatkan, "apakah kita juga produktif untuk akhirat kita?"

Islam Menganjurkan Produktivitas, Namun yang Bernilai Ibadah 

        Dalam Islam, produktivitas bukan sekadar sibuk bekerja atau menghasilkan output materi, tetapi aktivitas yang bernilai ibadah dan membawa maslahat. Produktivitas tidak hanya dilihat dari sisi materi atau kuantitas pekerjaan, tetapi juga dari keberkahan yang menyertainya. Dalam pandangan Islam, produktif dimaknai dengan menggunakan waktu dan potensi sebaik-baiknya dalam rangka kebaikan dunia dan akhirat. 


Memaknai Surat Al-Jumu'ah Ayat 10 : 


فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya: "Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.


     Dalam Tafsir Al - Mukhtashar dijelaskan bahwa,  "Jika kalian sudah menyelesaikan salat Jum’at maka menyebarlah kalian di muka bumi untuk mencari rezeki yang halal dan untuk menuntaskan keperluan-keperluan kalian. Carilah karunia Allah dengan kerja yang halal dan keuntungan yang halal. Dan ingatlah kepada Allah saat kalian mencari rezeki yang halal itu dengan zikir yang banyak dan jangan sampai mencari rezeki itu menjadikan kalian lupa terhadap zikir kepada Allah, agar kalian mendapatkan kemenangan dengan apa yang kalian inginkan dan selamat dari apa yang kalian hindari."

        Allah SWT memerintahkan hambanya untuk "bertebaran di muka bumi" dan "mencari karunia Allah." Ini adalah perintah yang jelas untuk kembali bekerja dan mencari rezeki. Namun, produktivitas yang diajarkan dalam ayat ini tidak berhenti pada kerja keras saja. Dalam ayat ini juga disebutkan, "dan ingatlah Allah banyak-banyak." Ini menunjukkan bahwa produktivitas sejati dalam Islam harus selalu diiringi dengan kesadaran akan Allah (zikir). Produktivitas yang berkah adalah ketika pekerjaan dilakukan dengan niat baik, jujur, dan tidak melupakan kewajiban kepada Allah. Jadi, produktivitas bukanlah tentang melupakan ibadah demi pekerjaan, melainkan menyeimbangkan keduanya untuk mencapai keberuntungan (al-falah), baik di dunia maupun di akhirat. 


Tips Life Balance Ala Imam Al - Ghozali dalam kitab Ihya Ulumuddin

1. Perhatikan Niat 

فَالْعِبَادَاتُ كُلُّهَا لَا تَتِمُّ إِلَّا بِنِيَّةٍ وَهِيَ مُفْتَتَحُ كُلِّ شَيْءٍ

"Segala bentuk ibadah tidak akan sempurna kecuali dengan niat, dan niat adalah pembuka segala amal."

(Ihya’ Ulumuddin, Kitab Ilmu, juz 1) 


        Imam Al-Ghazali menekankan bahwa niat adalah fondasi dari setiap amal. Ini menunjukkan bahwa aktivitas apapun baik urusan dunia seperti bekerja, belajar, hingga makan dan tidur bisa bernilai ibadah jika diniatkan dengan benar. Artinya, keseimbangan hidup antara dunia dan akhirat dimulai dari kesadaran akan tujuan dalam aktivitas kita. Jika seseorang bekerja untuk menafkahi keluarga karena Allah, itu bernilai ibadah. Tapi jika hanya demi gengsi atau ketamakan, maka tidak bernilai apa-apa di sisi akhirat. Maka, sebelum memulai hari, sangat penting bagi kita semua untuk memperbaiki niatnya serta memastikan bahwa setiap langkahnya mengarah pada keridaan Allah. 


2. Ingat Bahwa Dunia Adalah Tempat Menanam Amal

الدُّنْيَا مَزْرَعَةُ الْآخِرَةِ

“Dunia adalah ladang untuk akhirat.”

(Ihya’, Kitab Zuhud, juz 3) 

Salah satu prinsip penting yang disampaikan oleh Imam Al-Ghazali yaitu “Dunia adalah ladang untuk akhirat.”  Ini berarti, kita perlu menanamkan dalam benak kita  bahwa hidup di dunia adalah tempat investasi amal yang akan dipanen kelak di akhirat. Dunia adalah tempat bekerja, belajar, dan berkarya namun semua itu harus diarahkan untuk tujuan akhirat. Hidup seimbang bukan berarti mengurangi urusan dunia, tetapi menjadikan apa yang kita kerjakan di dunia adalah sebagai alat untuk memperkuat bekal akhirat. 


3. Menerapkan Muhasabah Harian


اعْلَمْ أَنَّ نَفْسَكَ كَأَنَّهَا عَدُوٌّ يُرِيدُ هَلَاكَكَ، فَلَا بُدَّ لَكَ أَنْ تَتَّهِمَهَا وَتُرَاقِبَهَا وَتُحَاسِبَهَا كُلَّ وَقْتٍ

"Ketahuilah bahwa nafsumu itu seperti musuh yang ingin membinasakanmu. Maka, engkau wajib mencurigainya, mengawasinya, dan menghisabnya setiap waktu."

(Ihya’, Kitab Muhasabah, juz 4) 


    Imam Al - Ghazali menegaskan pentingnya muhasabah harian agar seseorang tidak tenggelam dalam aktivitas dunia tanpa arti dan tetap menyadari tujuan akhirat. Muhasabah, atau evaluasi diri, adalah perenungan kembali atas segala perbuatan yang telah kita lakukan. Kegiatan ini membantu kita mengidentifikasi kesalahan, memperbaiki kekurangan, dan meningkatkan amal agar tidak larut dalam rutinitas duniawi tanpa arah, dan tentunya muhasabah tidaklah sulit untuk dilakukan.  Misalnya, di penghujung hari sebelum tidur tanyakan pada diri sendiri: 

a. Apakah saya sudah salat tepat waktu? 

b. Apa amal sunah yang sudah saya lakukan hari ini, seperti membaca Al-Qur’an, salat duha, atau bersedekah?

c. Apakah saya menggunakan waktu hari ini dengan produktif, atau ada yang terbuang sia-sia? 

d. Apa satu hal kecil yang bisa saya ubah atau tingkatkan untuk esok hari? 


Dengan kebiasaan muhasabah harian, hidup kita akan lebih terarah dan mendorong kita untuk terus memperbaiki diri agardapat mewujudkan life balance antara dunia dan akhirat.


Ditulis oleh: HN Azkiya'

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak