![]() |
Santri sedang melakukan muthola'ah bersama |
Malam ini begitu sunyi. Angin malam menyeruak masuk melewati jendela kamar yang selambunya tak tertutup sempurna. Jika ditanya apakah hari ini kamu baik-baik saja? "Ya, Alhamdulillah" tentu menjadi jawabannya. Syukur sudah seharusnya menjadi mantra yang rutin di rapal sebelum tidur. Walau hari-hari tak selalu sesuai dengan rencana kita. Tak apa, setidaknya kita sudah berusaha. Bukankan tugas kita sebagai hamba adalah berusaha dan berdoa? Di antara realita-realita yang terjadi, kini aku mulai memahami bahwa bersyukur adalah kerendahan hati, menjaga diri dari keterlaluan-keterlaluan yang mungkin saja terjadi.
Izinkan ku berbagi tentang apa yang malam ini ku syukuri. Alhamdulillah, tidak terasa malam ini adalah 1,905 hari atau 272 minggu atau 63 bulan atau 5 tahun 98 hari sejak aku masuk pondok pertama kali. Kala itu ketika masih "pelajar" aku termasuk yang tidak menangis karena perpisahan keberangkatanku ke pondok. Entah mengapa aku berpikir jika mereka menangis aku tidak boleh larut pula dalam tangisan. Inilah awal dari pelayaran seru berpetualang mencari ilmu. Surat-surat dari nenek sangat romantis dikirimkan kepadaku setiap bulan, plus dengan uang jajan. Masih kuarsipkan rapi dalam dompet kecilku. Sesekali kubuka ketika rindu mengajakku untuk bersua. Abah umi terhitung jarang untuk menelfonku, aku memahaminya karena pasti telah disibukkan dengan agenda yang ada. Di pondok banyak sekali hal yang membuatku menjadi improve dari Hafna lama menjadi Hafna baru. Harapannya lebih baik. Gadis kecil yang akhir-akhir ini sering mempertanyakan perihal "Aku Mondok Untuk Apa?"
Gudang Pembelajaran Bermakna
Di pondok, kami diajarkan untuk "prihatin" serta
"tirakat" pada apa yang sedang diusahakan. Abah Yai dan Ibu Nyai
selalu berpesan bahwa menuntut ilmu harus sungguh - sungguh dan istiqomah.
Malas adalah musuh terbesar ya? Namun perlu diingat bahwa waktu mutlak tak bisa
di putar ulang. Apakah mau jika waktu di pondok hanya terlewat sia-sia karena
ketidaksungguhan itu? Kuharap kita tak membiarkan hal yang seperti itu akan
terjadi.
Aku mensyukuri bahwa di pondok lah aku belajar kuat. Kuat
untuk segala hal yang dirasa berat. Menahan rindu, memperjuangkan harapan ortu,
pun perihal melawan diri sendiri yang semangatnya tak menentu. Kuat untuk
menghadapi berbagai karakter manusia yang "wah, ada ya orang yang model
kaya gini," Kuat menghadapi keadaan yang sering kali pengen diri kita tuh
nyerah aja. Dari pondok pula, aku belajar bahwa hari yang berat pasti akan
berlalu, masalah yang terjadi pasti akan selesai, walau terkadang waktu melambatkan
dirinya meminta diri kita agar lebih kuat dan sabar.
Membentuk Skill Manajemen
Di pondok, agenda telah disusun sesuai jadwalnya. Sedari pagi, Ibu Nyai membangunkan para santri untuk melakukan sholat tahajud. Kemudian akan terdengar lantunan ayat Al-Qur’an di seluruh sudut komplek melalui pengeras suara di bacakan oleh santri. Setelah jama’ah Subuh, para santri kemudian bergegas untuk berangkat kajian kitab pagi bersama Abah Yai. Selepas dari itu akan terdengar bel dua pertanda harus bergegas untuk persiapan setoran hafalan Qu’ran bersama Ibu Nyai. Setelah itu, para santri melanjutkan agendanya masing-masing. Kuliah bagi yang masih kuliah. Persiaoan kerja bagi yang bekerja. Seperti itulah sesuai dengan perannya masing-masing. Kalau ada yang bertanya, “Lantas, persiapan kuliahnya kapan?” kapan lagi selain sebelum segala agenda tadi dimulai. Terkadang kesiangan juga, sehingga harus melewatkan satu agenda. Apakah terdapat konsekuensinya? Tentu. Sudah menjadi resiko. Dari rutinitas ini, yang patut sangat disyukuri adalah kita diajarkan untuk disiplin. Disiplin pada apa yang telah menjadi peraturan. Disiplin pada apa yang telah menjadi tanggung jawab. Waktunya ngaji ya ngaji, bukan malah baru berangkat mandi. Waktunya kuliah ya maksimalkan waktu yang ada dengan sungguh-sungguh.
Kita diajarkan mampu
memanajemen waktu agar bagaimana tetap ikut kajian tapi kuliah tidak telat.
Bagaimana agar tetap setoran tapi kerja tetap masuk tepat waktu, dan lain
sebagainya Selain diajarkan untuk dapat memanajemen waktu dengan baik, kita
juga diajarkan untuk memanajemen finansial, maupun mental dengan baik pula.
Manajemen bagaimana uang yang kini dibawah kendali kita secara penuh, agar
hemat dan dibelanjakan sesuai kebutuhan. Sesekali jajan, untuk selfreward pada
apa yang telah diusahakan. Tak kalah penting, mental pun perlu untuk di atur.
Bagaimana cara kita untuk memiliki resiliensi dalam menghadapi segala kegiatan
yang nampaknya menekan. Memiliki prinsip bahwa “Seberat-berat hari ini, pasti
akan berlalu, ini adalah bagian dari perjuangan,” Agaknya akan menjadi satu
buku bahwa aku menceritakan betapa bersyukurnya aku bisa di beri kesempatan
untuk menjadi santri di pondok. Mensyukuri proses yang sedang di jalani.
Menjadi memiliki empati, karena kita hidup berdampingan jadi lebih banyak
mendengarkan. Melihat segala sesuatu dari dari berbagai sudut pandang.
Saat Down Motivation Datang
Beriringan dengan rasa syukur yang tiap malam dihaturkan,
pertanyaan mengenai “Aku Mondok Untuk Apa?” ini sering sekali muncul dan nampak
sulit dijawab ketika rasa lelah datang. Pertanyaan ini sering muncul ketika
sedang mengalami downmotivation. Pada perenungan panjang ini, Apakah
hanya untuk ilmu saja? Apakah untuk mencari bekal kelak ketika terjun ke
masyarakat? Apakah hanya mengikuti arahan orang tua agar hidup tak terlalu
bebas dengan dunia luar? Apakah untuk ngalap barokah (meraup berkah)
dari para guru kita? Ku biarkan pertanyaan-pertanyaan itu muncul, bukan untuk
dijawab sekali jadi, tapi untuk terus direnungi dalam perjalanan ini. Sebab,
bisa jadi pertanyaan itu bukan untuk segera dijawab, melainkan untuk menjadi
kompas yang mengingatkan arah kesadaran bahwa mondok bukan hanya tentang hari
ini, tapi tentang masa depan yang sedang dipersiapkan. Pada akhirnya, aku
belajar mengenai hal penting yaitu mondok bukan sekadar tempat belajar ilmu
agama, tapi tempat belajar tentang hidup yang sebenarnya, maka mari kita
makasimalkan waktu yang ada dengan semangat dan kesungguhan.
Ditulis oleh: HN Azkiya'
keren
BalasHapus