Al-Qur'an diturunkan untuk
membongkar kebatilan, kesombongan, dan kebodohan logika kaum penentang
kebenaran. Salah satu teguran yang paling keras dan tajam datang dalam Surah
Az-Zukhruf, khususnya ayat 15 hingga 17. Rangkaian ayat ini tidak hanya membantah
dakwaan palsu kaum musyrik Makkah, tetapi juga menelanjangi kemunafikan dan
standar ganda mereka.
Sebuah pelajaran abadi tentang bahaya berbicara tanpa landasan ilmu.
Keyakinan Sesat Kaum Musyrik : 15
Ayat 15 Surah Az-Zukhruf dibuka dengan nada kecaman langsung terhadap keangkuhan aqidah kaum musyrik:
وَجَعَلُوا لَهُ مِنْ عِبَادِهِ جُزْءًا
Dan mereka menjadikan sebagian dari hamba-hamba-Nya sebagai bagian
daripada-Nya).
Tafsir menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan "bagian daripada-Nya" atau Juz'an adalah anak. Merujuk kepada keyakinan sesat kaum musyrik, yang menganggap para malaikat adalah anak-anak perempuan Allah.
Tafsiran ulama menjelaskan bahwa anak disebut sebagai "bagian" karena secara biologis anak memang berasal dari orang tuanya. Penisbatannya terhadap malaikat sebagai anak perempuan Allah menunjukkan bahwa kaum musyrik secara langsung mengklaim Allah memiliki kekurangan yang harus diisi dengan keturunan, dan lebih jauh lagi, mereka memfitnah Dzat Yang Maha Sempurna dengan sifat ketidaksempurnaan.
Ayat 15 diakhiri dengan peringatan tegas:
إِنَّ الْإِنْسَانَ لَكَفُورٌ مُبِينٌ
(Sesungguhnya manusia) yang telah mengatakan
perkataan tadi (benar-benar pengingkar yang nyata) yang jelas dan nyata
kekafirannya.
Penutup pada ayat 15 adalah penegasan bahwa tidak ada lagi hijab yang menutup
kekafiran mereka, kerana fitnah ini telah mencapai puncaknya.
Logika yang Terseret Hawa Nafsu : 16-17
Setelah mengungkap kedurhakaan mereka, ayat selanjutnya (ayat 16) beralih kepada bantahan logik yang menelanjangi kemunafikan mereka:
أَمِ اتَّخَذَ مِمَّا يَخْلُقُ بَنَاتٍ وَأَصْفَاكُمْ بِالْبَنِينَ
(Patutkah) Dia mengambil anak perempuan dari yang diciptakan-Nya) untuk diri-Nya sendiri (dan Dia mengkhususkan buat kalian) memilihkan buat kalian (anak laki-laki).
Ayat ini menggunakan
gaya Istifham Inkari (pertanyaan yang mengandung pengingkaran), yang
bermaksud: "Apakah kalian pantas membuat penetapan yang begitu tidak
adil?"
Kaum musyrik Arab di masa lalu sangat mendambakan anak laki-laki. Bagi mereka, anak laki-laki adalah lambang kekuatan, harga diri, dan penerus keluarga. Sebaliknya, anak perempuan dianggap aib dan memalukan, sampai-sampai ada yang menguburkan bayi perempuan hidup-hidup demi menjaga "gengsi".
Lalu Allah menyingkap logika mereka yang sangat salah dengan pertanyaan: "Apakah pantas kalian memilih yang terbaik (anak laki-laki) untuk kalian sendiri, sementara yang kalian anggap buruk dan hina (anak perempuan) justru kalian berikan kepada Allah?"
Logika tersebut adalah kesalahan yang sangat besar, karena:
- Mereka menyekutukan Allah dengan mengatakan Dia punya anak.
- Anak yang mereka berikan kepada Allah itu justru jenis anak yang mereka sendiri hinakan.
Kemunafikan ini semakin kentara digambarkan dalam kelanjutan ayat 17:
وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِمَا ضَرَبَ لِلرَّحْمَٰنِ مَثَلًا ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ
(Padahal apabila salah seorang di antara mereka diberi kabar gembira dengan apa yang dijadikan sebagai misal bagi Allah Yang Maha Pemurah) iaitu diberi anak-anak perempuan (jadilah) maka menjadi berubahlah (mukanya hitam) artinya, roman mukanya tampak berubah menjadi kelabu (sedangkan dia amat menahan sedih) penuh dengan kedukaan.
Kontras ini adalah tamparan hebat. Mereka sedih dan malu ketika mendapat anak perempuan, tetapi berani-beraninya mereka menisbatkan makhluk yang mereka pandang rendah itu sebagai "anak" Tuhan semesta alam. Ayat ini mengajarkan kepada kita bahwa pemikiran sesat sering kali berawal dari kemunafikan dan standar ganda dalam menilai sesuatu.
wallahu a'lam bishawab
Penulis : HN Sidik
Kajian Kitab Tafsir Al Jalaalain bersama Abah K.H. Munir Syafa'at