Trending

Restu OrangTua VS Pilihan Hidup Kita

Sc : Pinterest

Kasih sayang orang tua adalah anugerah terindah yang adanya kasih sayang tersebut menjadi pondasi utama dalam kehidupan seorang anak. Dari kasih itulah lahir kekuatan, semangat, dan kebahagiaan yang tak bisa diukur dengan apapun. Ia menyertai setiap langkah dan proses kehidupan kita sebagai anak, seperti mata air yang terus mengalir tanpa henti. Walau tak selalu tersurat, seringkali tersirat tanpa diwakili oleh kata, cinta mereka hadir pasti selalu hadir. Tak selalu tentang pelukan hangat, tetapi juga dalam doa-doa yang tulus, yang selalu mereka panjatkan demi kebaikan anaknya.

Namun, dalam perjalanan hidup, sering kali kita dihadapkan pada pilihan-pilihan besar yang tidak selalu sejalan dengan keinginan orang tua. Di sinilah restu mereka kadang terasa sulit untuk diraih, meskipun kita tetap harus meyakini bahwa semua yang mereka inginkan berasal dari cinta dan kasih yang tulus. Mereka melihat dunia dari sudut pandang pengalaman yang telah dilalui, sementara kita memiliki pilihan, memandangnya dari impian dan harapan masa depan. Perbedaan inilah yang kadang menimbulkan keraguan, membuat langkah kita bimbang, dan keputusan menjadi berat.

Ketika Cinta Berbenturan dengan Pilihan

Seringkali dalam hidup, anak memiliki keinginan yang tidak selalu sejalan dengan harapan orang tua. Misalnya, saya dulu ingin sekali untuk sekolah di SMP negeri favorit dilanjutkan SMA negeri favorit yang menjadi unggulan di wilayah tempat tinggal. Walau nilai saya memenuhi kriteria dan peluang untuk diterima adalah besar, namun orang tua saya menghendaki untuk “Masuk MTs saja dan masuk pondok.” Pada saat itu, yang ku rasakan adalah sesuai dengan lirik lagu “Untungnya, Hidup Harus Tetap Berjalan” Lagunya Bernadya, yang kulakukan hanya menggerutu ... angkuh. Contoh lainnya adalah ketika si anak ingin kuliah bahkan ingin melanjutkan di jenjang S2, sementara orang tua menginginkan anaknya langsung bekerja saja, atau ketika si anak ingin fokus menghafal Al-Qur’an, namun orang tua berharap anak segera mencari penghasilan. Bahkan dalam urusan jodoh, karier, dan pergaulan, restu orang tua bisa menjadi dilema yang rumit.

Namun, seiring berjalannya waktu, saya mulai menyadari bahwa pilihan orang tua tidak selalu sekadar soal melarang atau mengekang. Seringkali, di balik keputusan yang tampak membatasi itu, tersimpan harapan dan doa agar anaknya tidak salah langkah dalam menapaki hidup sebagai wujud kasih sayang yang tidak selalu terucap. Mereka ingin yang terbaik versi mereka untuk anaknya. Meski terkadang cara pandang mereka berbeda, niatnya pasti untuk kebaikan sang anak.

Komunikasi adalah Kunci

Dalam setiap dilema antara restu orang tua dan pilihan hidup kita, komunikasi adalah jembatan emasnya. Janganlah langsung menentang atau marah. Cobalah pahami dari mana kekhawatiran mereka berasal. Justru di situlah pentingnya memahami perspektif mereka, orang tua yang telah melalui banyak pengalaman hidup dan memiliki naluri alami untuk melindungi anaknya dari risiko dan kegagalan. Sering kali, penolakan mereka bukanlah bentuk ketidaksukaan atau kurangnya kepercayaan, melainkan rasa takut akan ketidakpastian yang akan kita hadapi.

Walau pendapat antara anak dan orang tua tak selalu sama, kita sebagai anak tetap harus memperlakukan orang tua dengan sikap yang baik dan penuh rasa hormat. Meskipun pendapat mereka terkadang berbeda dari keinginan kita, bukan berarti kita bebas bersikap keras atau membantah dengan emosi. Justru di situlah ujian kedewasaan kita sebagai anak, tantang bagaimana menyampaikan pandangan tanpa menyakiti, dan bagaimana tetap menghargai orang tua kita, meski hati belum sepenuhnya sepakat. Orang tua adalah sosok yang sepanjang hidupnya berkorban demi kebaikan kita, kebaikan sekecil apa pun dari mereka tidak pernah layak dibalas dengan ketidaksopanan.

Mengenai hal ini, Rasulullah SAW bersabda :

وَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ رِضَا اَللَّهِ فِي رِضَا اَلْوَالِدَيْنِ وَسَخَطُ اَللَّهِ فِي سَخَطِ اَلْوَالِدَيْنِ أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ 

"Dari sahabat Abdullah bin Umar ra, dari Nabi Muhammad saw, ia bersabda, ‘Ridha Allah berada pada ridha kedua orang tua. Sedangkan murka-Nya berada pada murka keduanya,’" (HR At-Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim).

Hadis yang disampaikan Rasulullah SAW di atas menegaskan betapa besar kedudukan orang tua dalam pandangan Islam. Ridha Allah bergantung pada ridha keduanya, dan murka Allah pun bergantung pada murka mereka. Sudah seharusnya ini menjadi pengingat bagi kita bahwa keridhaan orang tua bukanlah sekadar perkara etika sosial, tetapi juga merupakan jalan menuju keberkahan hidup dan keridhaan Allah SWT. Hadis ini menjadi rambu penting bahwa seberapapun besar keinginan dan impian kita, jangan sampai kita mengabaikan sikap hormat dan komunikasi yang baik dengan orang tua. Sebab, restu mereka bukan hanya bentuk dukungan emosional, tapi juga bagian dari keridhaan ilahi yang menjadi penentu arah dan keberkahan dalam langkah hidup kita ke depan.

Sa’ad bin Abi Waqqash Yang Tetap Berbakti Meski Berbeda Keyakinan

Dalam Kitab Tafsir Munir, karya Dr. Wahbah al-Zuhaili, dijelaskan kisah menyentuh dari Sa’ad bin Abi Waqqash, salah satu sahabat Rasulullah yang termasuk di antara 10 sahabat yang dijamin masuk surga.

Saat beliau masuk Islam di usia muda, ibunya sangat marah. Ibunya sampai berkata:

"Wahai Sa’ad! Demi Allah, aku tidak akan makan dan minum sampai kamu meninggalkan agamamu ini!"

Ibunya mogok makan berhari-hari. Sa’ad pun sangat sedih, tapi ia tetap teguh pada Islam. Ia berkata:

"Wahai Ibu, ketahuilah, andai Ibu memiliki seratus nyawa dan satu per satu keluar di depan mataku, aku tidak akan meninggalkan agama ini."

Akhirnya ibunya pun menyerah dan mulai makan kembali. Kisah ini menjadi sebab turunkannya Surat Luqman ayat 15, Allah SWT berfirman :

وَإِن جَٰهَدَاكَ عَلَىٰٓ أَن تُشْرِكَ بِى مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِى ٱلدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَٱتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَىَّ ۚ ثُمَّ إِلَىَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

Artinya : “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”

Penutup

Jika kamu sedang memperjuangkan kuliah, mondok, atau jalan hidup yang kamu pilih, jangan pernah menyerah hanya karena restu belum datang. Bangunlah komunikasi, tunjukkan kesungguhan, dan berdo'alah agar Allah membuka hati mereka, karena restu bukan hanya tentang kata “YA” dari orang tua, tetapi juga tentang bagaimana kita tetap menjadi anak yang memuliakan orang tua kita. Yakinlah, bahwa restu akan datang pelan-pelan, seiring dengan ketulusan yang mengiringi perjuangan.

Ditulis oleh: HN Azkiya'

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak