Trending

Biografi Simbah Maimun Zubair : Harmoni Religiusitas dan Nasionalisme

Biografi Singkat

KH. Maimun Zubair yang akrab disapa Mbah Moen, adalah salah satu ulama kharismatik sekaligus politikus Indonesia yang lahir pada Kamis Legi Bulan Sya'ban, 28 Oktober 1928 di Karangmangu, Sarang, Rembang, Jawa Tengah. Mbah Moen merupakan pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar, Sarang, yang telah menjadi salah satu pusat keilmuan Islam terkemuka di Indonesia. KH. Maimun Zubair merupakan putra pertama dari KH. Zubair Dahlan dan Nyai Mahmudah, ulama yang juga berperan penting dalam pengembangan pesantren di wilayah Rembang.

Sejarah Pendidikan

Pendidikan Dasar (±1936 – 1942)
KH. Maimun Zubair belajar langsung dari ayahnya, KH. Zubair Dahlan, yang merupakan pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang. Di usia sekitar 8 tahun, Mbah Moen sudah mulai mempelajari Al-Qur’an, dasar-dasar ilmu fiqih, dan akhlak melalui metode sorogan dan bandongan.

Pesantren Lirboyo, Kediri (1942 – 1945)
Saat remaja, sekitar usia 14 tahun, Mbah Moen mondok di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, yang kala itu diasuh oleh KH. Manaf Abdul Karim. Di sini, beliau memperdalam ilmu fiqih, nahwu-sharaf, tauhid, dan tafsir. Masa belajar di Lirboyo sangat membentuk pola pikir keilmuan beliau yang matang dan sistematis.

Pesantren Al-Anwar Termas, Pacitan (1945 – 1947)
Setelah dari Lirboyo, beliau melanjutkan pendidikan ke Pesantren Termas, Pacitan, yang diasuh oleh KH. Dimyathi. Pesantren Termas terkenal dengan pengajaran fiqih dan tasawuf mendalam. Di sinilah Mbah Moen menekuni ilmu alat serta tafsir klasik.

Makkah Al-Mukarramah (±1950 – 1952)
Sekitar awal 1950-an, Mbah Moen melanjutkan pendidikannya ke Tanah Suci Makkah. Di sana, beliau belajar kepada sejumlah ulama besar, salah satunya adalah Syekh Yasin al-Fadani, ulama asal Indonesia yang menjadi mahaguru hadits dan ushul fiqih di Masjidil Haram. Beliau juga belajar ilmu qira’at dan ilmu hadits dalam halaqah-halaqah tradisional masjid. Di Makkah, selain belajar, beliau juga menyaksikan kehidupan politik dan sosial dunia Islam, yang turut membentuk perspektif kebangsaan dan keislaman beliau secara lebih luas.

Mengasuh Pondok Pesantren Al - Anwar  (1952 ke atas)
Setelah pulang dari Makkah pada sekitar 1952, Mbah Moen mulai aktif membantu ayahnya di Pondok Al-Anwar, dan pada akhirnya meneruskan kepemimpinan pesantren tersebut setelah wafatnya sang ayah. Sejak itu, beliau juga mulai mengembangkan sistem pendidikan yang memadukan metode tradisional pesantren dan semangat nasionalisme kebangsaan.

Kiprah Organisasi dan Politik KH. Maimun Zubair

Aktif di Nahdlatul Ulama (Sejak 1950-an)
KH. Maimun Zubair telah aktif di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU) sejak tahun 1950-an, terutama melalui jalur non-struktural di tingkat pesantren dan ulama sepuh. Beliau dikenal sebagai salah satu kiai khos NU yang menjadi rujukan dalam keputusan-keputusan penting keagamaan dan kebangsaan. Meskipun tidak selalu duduk dalam jabatan struktural, peran dan pengaruhnya dalam NU sangat kuat, terutama dalam forum musyawarah dan bahtsul masail.

Anggota DPRD Rembang (1971–1978)
Pada masa Orde Baru, Mbah Moen terjun ke dunia politik dengan menjadi anggota DPRD Kabupaten Rembang melalui Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dari tahun 1971 hingga 1978. Dalam periode ini, beliau menyuarakan aspirasi umat Islam dari kalangan pesantren serta memperjuangkan moralitas dalam kebijakan publik, tanpa mengorbankan nilai-nilai keulamaan.

Anggota MPR RI (1987–1999)
Mbah Moen melanjutkan kiprah politiknya dengan menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) mewakili PPP, dari tahun 1987 hingga 1999. Selama duduk di MPR, beliau dikenal sebagai suara moral dari kalangan pesantren, dan turut terlibat dalam dinamika reformasi politik nasional menjelang akhir Orde Baru.

Ketua Majelis Syariah PPP (2004–2019)
Setelah masa reformasi, Mbah Moen menjabat sebagai Ketua Majelis Syariah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sejak tahun 2004 hingga wafatnya pada 2019. Dalam posisi ini, beliau menjadi penentu arah kebijakan partai dalam hal keislaman dan moralitas politik. Meski menjadi tokoh politik, beliau selalu menegaskan bahwa posisi ulama adalah sebagai penyeimbang, bukan pemain utama perebutan kekuasaan.

Meneladani Mutiara Kepribadian Simbah Maimun Zubair

KH. Maimun Zubair merupakan figur ulama yang tidak hanya dikenal karena keluasan ilmunya, tetapi juga karena integritas dan konsistensi dalam menjalani nilai-nilai keislaman dalam kehidupan sehari-hari. Beliau merupakan pribadi yang sangat istiqamah—setiap hari mengisi pengajian, membaca kitab kuning, dan membimbing santri tanpa mengenal usia atau kondisi fisik. Disiplin yang beliau tunjukkan dalam menjalankan tanggung jawab sebagai pendidik dan pengasuh pondok menjadi cerminan akhlak seorang ulama sejati. Keteladanan itu bukan hanya terlihat dari apa yang beliau ajarkan, tetapi juga dari apa yang beliau contohkan secara langsung dalam tutur kata, perilaku, serta cara bersikap terhadap siapa pun.

Lebih dari itu, KH. Maimun Zubair dikenal luas sebagai pribadi yang toleran, ramah, dan komunikatif. Beliau mampu membina hubungan yang baik dengan berbagai kalangan—baik tokoh agama, pejabat negara, maupun masyarakat umum—dengan tetap menjaga prinsip dan adab seorang kiai. Dalam banyak kesempatan, beliau menekankan bahwa mencintai Indonesia adalah bagian dari iman. Nasionalisme yang beliau tunjukkan bukanlah slogan, tetapi sikap hidup yang konsisten dalam menjaga keutuhan NKRI dan menolak segala bentuk paham ekstrem. Dengan akhlak yang lembut, tutur kata yang menyejukkan, serta visi kebangsaan yang kuat, Mbah Moen telah mewariskan bukan hanya ilmu, tetapi juga teladan moral yang relevan untuk semua zaman.

Merenungi 5 Nasehat Simbah Maimun Zubair 

  1. Jangan pernah meremehkan kebaikan. Bisa jadi seseorang masuk surga bukan karena puasa sunahnya, bukan karena panjang sholat malamnya. Tapi, bisa jadi karena akhlak baiknya dan sabarnya ia ketika musibah datang melanda. 
  2. Kekalahan seorang santri ialah ketika ia mulai kehilangan rutinitas wiridannya. 
  3. Perbedaan tak perlu dibesar-besarkan sehingga kita bisa hidup rukun. Yang penting kita umat Islam itu hablumminallah harus dikuatkan dan habluminannas harus dijaga dengan baik 
  4. Kudu wani ngetokke gagah senajan rasane kudu nangis (harus berani tampil kuat meski sebenarnya ingin nangis). 
  5. Jangan pernah ragu untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Karena perubahan adalah tanda tumbuhnya jiwa 
  6. Jangan takut gagal, karena dalam kegagalan terdapat pelajaran berharga yang membawa kita menuju kesuksesan. 

Ditulis oleh: HN Azkiya'

2 Komentar

  1. Semoga kita termasuk orang yang bisa meneladani beliau 🙌

    BalasHapus
  2. ARTIKELNYA KEREN BANGET!! TERUS SEMANGAT BERKARYA!!

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak